BANGUN PENDIDIKAN - Pasti kamu sudah familiar dengan sholawat tibbil qulub cerpen, bukan? Tapi, apakah kamu tahu bedanya cerpen dengan novel? Meskipun mirip, keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan.
Cerpen menjadi salah satu tulisan yang banyak diminati di Indonesia. Cerpen merupakan bagian dari karya sastra. Kamu suka membaca cerpen? Ingin menulis cerpen? Jika kamu tertarik untuk menulis cerpen, maka kamu harus memahami sholawat syajaratun nuqud terlebih dahulu pengertian cerpen hingga teknik penulisan yang benar.
Oke, simak baik – baik ya sobat Bangun.
Cerpen merupakan singkatan dari cerita pendek. Cerpen adalah suatu karya sastra dalam bentuk tulian yang mengisahkan tentang sebuah cerita fiksi kemudian dikemas secara pendek, jelas, dan ringkas. Cerpen biasanya mengisahkan cerita pendek tentang permasalahan yang dialami satu tokoh saja. Cerpen juga bisa disebut sebagai fiksi prosa karena cerita yang disajikan hanya berfokus pada satu konflik permasalahan yang dialami oeh tokohnya mulai dari pengenalan karakter hingga penyelesaian permasalahan yang dialami oleh tokoh.
Banyak orang yang suka dengan cerpen, hal ini dikarenakan cerpen memiliki cerita yang singkat, isi pada cerpen juga mudah dipahami dan tidak rumit.
Secara umum, permasalahan yang diceritakan dalam sebuah cerpen tidak terlalu rumit. Maka dari itu, jumlah kata dalam cerpen dibatasi tidak lebih dari 10.000 kata saja. Biasanya cerpen terdiri dari berbagai kisah seperti genre percintaan, kasih sayang, jenaka, dan lain – lain. Pada sebuah cerpen juga terdapat pesan dan amanat untuk para pembaca, sehingga bukan hanya terhibur saja kita bisa menerapkan setiap pesan tersebut dalam kehidupan sehari – hari.
Setelah kita mengetahui pengertian dari cerpen, kita juga harus memahami secara spesifik ciri – ciri cerpen. Berikut adalah ciri – ciri cerpen:
Cerpen juga dapat dibedakan dari jenisnya. Berdasarkan jumlah katanya cerpen dapat dibedakan menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
Cara menulis cerpen berbeda dengan teknik menulis non fiksi. Melalui cerpen, kita dilatih untuk membuat suatu cerita yang mengalir dan dapat ditangkap maknanya. Sesuai dengan fungsinya, cerpen memiliki 5 fungsi, yaitu sebagai berikut:
Selain ciri – ciri, cerpen memiliki struktur. Adapun struktur dari cerpen adalah sebagai berikut:
Berisi ringkasan atau gambaran awal dari kisah yang akan diceritakan. Bagian abstrak ini bersifat opsional yang artinya boleh mengikutsertakan abstrak dalam cerpen yang ditulis, boleh juga menghilangkannya.
Pada bagian ini, kamu akan berkenalan dengan waktu, tempat, dan suasana yang terdapat pada cerpen tersebut.
Pada bagian ini, kamu akan menemukan urutan kejadian yang terdapat dalam cerpen. Kejadian tersebut disusun secara sistematis, kemudian dikembangkan menjadi hubungan sebab – akibat. Pada bagian ini, kamu juga akan mengenal tokoh – tokoh dalam cerpen tersebut beserta wataknya.
Pada bagian ini, kamu akan mulai menemukan konflik hingga menuju ke klimaks. Penyelesaian dari masalah yang terjadi juga mulai diperkenalkan.
Memuat solusi atau penyelesaian dari permasalahan yang terdapat dalam cerpen.
Koda merupakan bagian terakhir dari sebuah cerpen berisikan pesan moral yang terkandung dalam cerpen.
Seperti Bunga dan Lebah
“Rif, berikan aku sebuah kisah untuk kujadikan pelajaran” ujar Risa tiba-tiba di sore hari yang sejuk itu.
“Hmm, kisah apa ya? Aku bacakan sepenggal kisah tentang analogi Bunga dan Lebah, mau?” jawabku yang berbalas anggukan penuh semangat dari Risa.
Seperti bunga dan lebah.
Ya, aku lebah dan ia bunganya. Atau mungkin sebaliknya. Aku tak peduli.
Simbiosis mutualisme, pikirku. Karena kami saling memberi, dan tanpa sadar saling menerima.
Lalu aku mulai meminta lebih banyak. Dan otomatis ia memberi lebih banyak.
Begitu yang kami lakukan sebagai bunga dan lebah.
Tapi aku sadar.
Mungkin aku bunganya.
Objek yang tidak akan pernah bisa berpindah tempat, hanya menunggu untuk disinggahi sesaat.
Ia lebahnya.
Hadir kala memang saatnya hadir. Pergi kala memang saatnya pergi.
Kala sang bunga menutup diri, berhenti untuk meminta, maka sunyi akan segera tercipta. Sang lebah boleh pergi, mencari keindahan bunga yang lain.
Lalu sepi.
Risa menatapku dengan nanar, seraya berkata “Tuan Rifazi, sejak kapan kamu pandai bercerita seperti ini?”.
“Sejak aku sadar, bahwa aku dan kamu hanya bisa sekedar menjadi teman, Nyonya Risa. Aku-lah bunganya, dan tentu, kau lebahnya” ujarku, tentu saja hanya berani kusampaikan dalam hati.