Bangun Pendidikan - SAINS (12-06-2023)
Seseorang dapat mengalami kekalahan atau keterpurukan dalam hidupnya. Pengalaman tersebut bisa meninggalkan kesan yang kuat dan mempengaruhi pandangan dan kepercayaan seseorang terhadap diri sendiri.
Namun, penting untuk mengatasi dan mengelola keterpurukan tersebut agar tidak menjadi bumerang bagi kehidupan.
Sebagian orang, tetntunya akan berusaha untuk bangkit. Namun, ada beberapa orang yang bisa terjebak di dalamnya.
Ketika seseorang bangkit dari keterpurukannya, ini membuktikan bahwa ia telah berhasil bangkit dari berbagai situasi buruk tersebut. Dan saat itulah, ia dapat melihat bagaimana resiliensi seseorang.
Apakah resiliensi itu? Dan bagaimana cara kita untuk meningkatkannya dalam diri? Berikut ini akan dijelasakan secara mendalam mengenai hal tersebut dan berbagai hal di dalamnya dengan jelas.
Resiliensi adalah kemampuan individu, kelompok, atau sistem untuk mengatasi dan beradaptasi dengan tantangan, perubahan, atau stres. Ini melibatkan kemampuan untuk pulih dan bangkit setelah mengalami kesulitan atau trauma.
Istilah resiliensi melibatkan kekuatan mental, emosional, dan fisik yang membantu seseorang atau suatu entitas untuk tetap tegar di tengah situasi sulit.
Dalam konteks psikologi, resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk mengatasi tekanan, trauma, atau kesulitan emosional dengan cara yang sehat dan produktif.
Orang yang memiliki tingkat resiliensi yang tinggi cenderung memiliki ketahanan mental yang kuat, dapat mengatur emosi dengan baik, dan memiliki kemampuan untuk menemukan solusi kreatif dalam menghadapi masalah.
Resiliensi juga dapat diterapkan pada tingkat kelompok atau sistem. Sebuah organisasi yang resilien dapat bertahan dan pulih setelah menghadapi perubahan eksternal yang signifikan, seperti perubahan pasar atau bencana alam.
Keberadaan sistem yang resilien memungkinkan adaptasi yang efektif dan kelangsungan operasional yang lebih baik dalam menghadapi tantangan yang muncul.
Penting untuk mencatat bahwa resiliensi bukanlah sebuah karakteristik yang mutlak atau bawaan. Ini adalah kualitas yang dapat dikembangkan dan diperkuat melalui pengalaman, dukungan sosial, dan strategi coping yang efektif.
Setelah mengetahui pengertian resiliensi secara umum, istilah ini juga memiliki pengertian masing-masing menurut pandangan para ahli, seperti:
1. Connor & Davidson (2003)
Resiliensi berasal dari bahasa latin "re-silere" yang artinya bangkit kembali.
2. Reivich & Shatte (2002)
Resiliensi adalah kemampuan seseorang dalam mengatasi, melalui, dan juga kembali kepada kondisi semula setelah mengalami kejadian yang menekan.
3. Blok (1950)
Resiliensi ego-resiliency (ER) yang artinya adalah kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal.
4. Farkas & Orosz (2015)
Resiliensi adalah salah satu faktor protektif untuk melawan kesulitan dalam banyak hal.
5. R. G Reed (dalam Nurinayanti dan Atiudina:2011)
Resiliensi adalah kapasitas atau kemampuan untuk beradaptasi secara positif dalam mengatasi berbagai permasalahan hidup yang signifikan.
Menurut Reivich dan Shatte (2002), ada 7 faktor resiliensi dalam diri seseorang yaitu sebagai berikut:
1. Emotion Regulation (Pengaturan Emosi)
Emotion Regulation merupakan kemampuan seseorang untuk menjaga ketenangan dan kendali diri meskipun dalam situasi yang menekan. Dengan kata lain, sejauh mana kita mampu mengendalikan emosi, terutama emosi negatif, saat menghadapi kegagalan.
2. Impuls Control (Pengendalian diri)
Individu yang memiliki tingkat pengendalian dorongan yang tinggi akan lebih mampu dalam mengatur emosi. Kemampuan individu untuk mengendalikan dorongan sangat penting agar setiap tindakan yang diambil tetap dalam kendali diri dan tidak kehilangan kendali.
3. Optimist (Optimis)
Optimisme adalah keyakinan bahwa segala sesuatu memiliki potensi untuk membaik, memiliki harapan terhadap masa depan, dan percaya bahwa kita memiliki kemampuan untuk mengendalikan arah kehidupan sesuai keinginan kita.
4. Causal Analysis (Analisis Penyebab Masalah)
Analisis penyebab masalah merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi akar penyebab dari suatu peristiwa yang terjadi. Hal ini memiliki pentingannya dalam memastikan bahwa kita tidak mengambil tindakan yang salah dan berpotensi merugikan diri sendiri maupun orang lain.
5. Empathy (Empati)
Empati merupakan kemampuan untuk merasakan dan mengidentifikasi diri dalam keadaan, perasaan, atau pikiran yang sama dengan individu atau kelompok lain. Kemampuan empati membantu kita menjadi lebih sensitif terhadap perasaan orang lain dan dapat mengurangi risiko terjadinya konflik.
6. Self-Efficacy (Efikasi Diri)
Efikasi diri menggambarkan keyakinan individu dalam kemampuannya untuk mengatasi masalah dan mencapai keberhasilan. Keyakinan ini menjadi motivasi bagi kita untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah, serta yakin bahwa kita mampu melewati tantangan yang dihadapi.
7. Reaching out (Kemampuan untuk meraih apa yang diinginkan)
Individu yang mampu memperbaiki dan mencapai tujuan yang ditetapkan akan memiliki aspek yang lebih positif. Jika kita takut gagal sebelum mencoba, kita tidak akan mencapai apa yang kita inginkan.
Ketujuh aspek tersebut sangat penting bagi mereka yang ingin menjadi individu yang resilien dalam menghadapi tantangan kehidupan. Untuk mengembangkannya, dibutuhkan latihan agar kita terbiasa mengembangkan pola pikir yang resilien.
Menurut Rutter (dalam Yulia Sholichatun: 2012) terdapat empat resiliensi artinya sebagai berikut:
1. Dapat mengurangi risiko mengalami berbagai konsekuensi negatif setelah adanya kejadian hidup yang menekan.
2. Dapat mengurangi kemungkinan munculnya rantai reaksi yang negatif setelah peristiwa hidup yang menekan.
3. Mampu menjaga harga diri dan rasa mampu diri.
4. Dapat meningkatkan kesempatan seseorang untuk berkembang.
Tingkat resiliensi adalah dapat berubah sesuai dengan kondisi atau situasi yang dihadapi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Reivich dan Shatte (2002), kita dapat terus meningkatkan dan melatih tingkat resiliensi dengan menerapkan kebiasaan dan pola pikir berikut ini:
1. Mengubah persepsi tentang kegagalan
Kegagalan adalah bagian yang wajar dalam perjalanan mencapai cita-cita. Dengan mengubah persepsi terhadap kegagalan menjadi hal yang lebih positif, seperti sebagai peluang untuk pertumbuhan dan kedewasaan, kita dapat memberikan makna yang lebih dalam pada kesuksesan. Pendekatan ini dapat membantu kita tetap termotivasi daripada terperangkap dalam kekecewaan.
2. Bangun kepercayaan diri
Kepercayaan diri menjadi penting bagi individu yang ingin memiliki ketahanan mental (resiliensi). Dengan kepercayaan diri, kita memiliki keyakinan bahwa kita memiliki potensi untuk mencapai kesuksesan di masa depan.
3. Belajar untu rileks
Dengan menjaga keseimbangan pikiran dan tubuh kita, kita akan mampu menghadapi tantangan hidup dengan lebih efektif. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain adalah menjaga pola tidur yang cukup, berolahraga, bermeditasi, dan meluangkan waktu untuk refreshing.
4. Kontrol diri
Harap diingat bahwa setiap orang pernah menghadapi masa-masa sulit. Namun, kita memiliki pilihan dalam meresponsnya. Kita dapat memilih antara bereaksi dengan panik dan pesimis, atau tetap tenang dan optimis. Individu yang resilien mampu memilih respons yang tepat terhadap masalah yang dihadapi, yaitu dengan tetap tenang dan optimis.
5. Bersikap fleksibel
Sikap fleksibel adalah salah satu cara meningkatkan resiliensi karena menyadari bahwa perubahan adalah hal yang tak terhindarkan, bahkan rencana yang telah dirancang dengan cermat dapat mengalami kegagalan atau pembatalan. Namun, mereka mampu menghadapinya dengan pemahaman terhadap masalah yang muncul dan memilih jalur alternatif.
Berikut adalah contoh resiliensi adalah sebagai berikut :
Contoh 1
Seorang siswa yang menghadapi kegagalan dalam ujian penting dapat menggunakan resiliensinya dengan menganalisis penyebab kegagalan, belajar dari kesalahan, dan membuat rencana studi yang lebih efektif untuk mencapai hasil yang lebih baik di masa depan.
Contoh 2
Seorang pekerja yang kehilangan pekerjaannya dapat menggunakan resiliensinya dengan mengembangkan keterampilan baru, mencari peluang kerja lain, dan menghadapi tantangan dalam mencari pekerjaan baru tanpa menyerah.
Contoh 3
Seorang atlet yang mengalami cedera serius dapat menggunakan resiliensinya dengan menjalani rehabilitasi yang intensif, menjaga semangat juang, dan kembali berlatih dengan tekun untuk pulih sepenuhnya dan kembali berprestasi di olahraga.
Contoh 4
Seorang pengusaha yang mengalami kegagalan bisnis dapat menggunakan resiliensinya dengan mengambil pelajaran dari kegagalan tersebut, melakukan evaluasi diri, dan mencoba lagi dengan pendekatan baru atau usaha yang berbeda.
Contoh 5
Seorang individu yang mengalami kehilangan orang tercinta dapat menggunakan resiliensinya dengan mencari dukungan emosional dari keluarga dan teman-teman, mengolah dan menerima perasaan duka, dan membangun kembali kehidupan yang bermakna dengan mengenang kenangan yang positif.
Dalam semua contoh di atas, resiliensi terbukti menjadi kualitas yang penting dalam mengatasi tantangan, pulih dari kegagalan, dan tetap tegar di tengah kesulitan.
Demikianlah penjelasan tentang resiliensi adalah beserta dengan faktor, manfaat, dan contohnya. Semoga bermanfaat.